Empati tuh bukan soal jadi malaikat atau selalu nolongin orang.
Tapi soal bisa ngerasain apa yang orang lain rasain, walaupun kamu nggak ngalamin hal yang sama.
Dan buat kita, Gen-Z, yang katanya paling digital, paling melek teknologi, paling update…
kita justru paling butuh empati.
Bayangin kamu lagi duduk di kafe, ngopi sendirian sambil scroll TikTok.
Tiba-tiba ada cewek di meja sebelah yang kelihatan sedih banget. Matanya merah, kayak abis nangis. Kamu nggak kenal dia.
Tapi, dalam hati kamu mikir, “Wah, dia kenapa ya?”
Itu... adalah empati.
Yup, sesimpel itu!
Setiap hari kita kejar-kejaran sama notifikasi. Instagram, X (dulu Twitter), TikTok, Threads, Discord, WhatsApp, semua rame. Kita punya banyak temen online, tapi sering ngerasa kesepian.
Data dari Cigna Global (2020) bilang, Gen-Z adalah generasi yang paling kesepian.
Cigna Global (2020 & 2022) : Gen-Z adalah generasi yang paling kesepian
Lho kok bisa? Soalnya, kita jarang banget punya waktu buat connect secara emosional sama orang lain. “Semuanya serba cepat, serba instan".
Kadang kita terlalu fokus sama diri sendiri. Bukan egois, tapi dunia memang ngajarin kita buat survive sendiri.
Tapi tau nggak?
Menurut Harvard Business Review (2021), karyawan yang punya atasan berempati merasa 76% lebih engaged dan bahagia kerja.
Kok bisa? Karena mereka merasa dimengerti. Dihargai. Didengar.
Itu juga berlaku di hubungan kita sehari-hari. Entah itu temen, pacar, keluarga, bahkan stranger di jalan.
Kalau kita punya empati, kita bisa ngejaga hubungan itu tetap sehat.
Temenmu tiba-tiba diem aja seharian, Biasanya rame. Tiba-tiba jadi pasif. Kamu bukannya ngejek, tapi nanya pelan, “Eh, lo oke aja nggak?”
Mungkin dia cerita. Mungkin juga enggak. Tapi dia merasa dihargai.
Liat orang kesulitan di jalan. Ada ibu-ibu bingung nyebrang, atau bapak tua jatuhin barang belanjaan.
Kamu bantuin. Gak perlu mikir panjang.
Ngeliat komen jahat di medsos. Kamu gak ikutan. Bahkan kalau bisa, kamu bantu kasih komentar positif buat balance.
Kamu sadar kalau di balik akun itu, ada orang beneran.
Contoh: Kamu nggak setuju sama pilihan hidup temenmu. Tapi kamu tahu dia punya alasan. Dia udah mikir panjang.
Kamu bisa bilang, “Gue ngerti sih kenapa lo pilih itu, walaupun gue nggak bakal ambil jalan yang sama.”
Itu bentuk empati.
Caranya?
Dengerin tanpa nge-judge. Kadang orang cuma butuh didengerin, bukan dikasih solusi.
Baca cerita orang lain. Buku, film, podcast—bikin kamu lebih ngerti perspektif orang lain.
Tanya kabar dengan tulus. Jangan nanya “Apa kabar?” cuma basa-basi.
Latih diri buat pause sebelum ngegas. Lagi kesel? Ambil napas dulu. Coba mikir, kenapa orang itu begitu.
"Leadership is about empathy. It is about having the ability to relate and connect with people for the purpose of inspiring and empowering their lives." — Oprah Winfrey
Punya empati bukan berarti kamu lemah. Justru itu tanda kamu kuat.
Karena butuh keberanian buat peduli.
Buat ngelihat dunia dari kacamata orang lain.
Buat berhenti sejenak dari hiruk-pikuk dunia digital dan bilang, “Gue ada kok, kalau lo butuh cerita.”
Jadii..
Empati kognitif
Kemampuan untuk memahami apa yang dipikirkan atau dirasakan orang lain.
Empati emosional (afektif)
Kemampuan untuk ikut merasakan emosi yang dirasakan orang lain.
Empati penuh kasih (compassionate empathy)
Gabungan dari keduanya, ditambah dorongan untuk membantu orang tersebut.
"Empathy has no script. There is no right way or wrong way to do it. It's simply listening, holding space, withholding judgment, emotionally connecting, and communicating that incredibly healing message of 'You're not alone.'"— Brené Brown
Selain itu Anda juga bisa berkolaborasi dan mempercayakan kuesioner Anda kepada SurveyGua, Karena SurveyGua dapat memahami apa yang ada di dalam pikiran Responden.
SurveyGuaID merupakan Jasa Konsultan Survey yang Profesional dan berpengalaman, hingga dapat membantu dalam setiap Penelitian Akademis, Riset Personal, Market Research (Riset Pasar), bahkan saat ini SurveyGuaID ikut serta membantu dalam Pengembangan Bisnis/ Produk UMKM.