Proses Design Thinking

Proses dalam Design Thinking

Design sebagai pendekatan kreatif untuk problem-solving.

Design Thinking bukanlah istilah baru. Gagasan menggunakan pendekatan desain untuk pemecahan masalah secara kreatif sudah lama diperbincangkan para ahli sejak tahun 1960-an. Para ahli saling menyumbang pemikirannya, sehingga terbentuklah konsep Design Thinking.

Herbert Simon, seorang sosiolog sekaligus psikolog Amerika menyumbang pemikirannya melalui artikelnya berjudul The Sciences of The Artificial yang terbit pada 1969. Herbert Simon memperkenalkan 7 langkah menggunakan Proses Design sebagai pendekatan kreatif untuk problem-solving. Dari konsep Herbert Simon yang kemudian mengilhami 5 tahapan proses Design Thinking yang dikenal umum saat ini. 

Konsep 5 tahapan Design Thinking tersebut semakin tenar setelah diterapkan David Kelley dan Tim Brown untuk perusahaan desain yang mereka dirikan, IDEO. Mereka melihat perusahaan kurang kreatif menangani kasus-kasus ekstrem yang menimpanya.

Kelima tahapan ini tidak harus berurutan, tetapi juga dapat dilaksanakan secara non-linear. Artinya, dalam tahapan tertentu, kamu mungkin saja menemukan sebuah insight yang membuatmu harus memperbaiki hasil di tahapan lainnya.

Selain itu, 5 tahapan ini juga bisa dipindah/diganti urutannya, atau dilakukan secara bersamaan, dan diulang beberapa kali untuk membuka kesempatan solusi-solusi terbaik.

Tahapan Design Thinking

1. Empathize ( Empati )

Empathize dalam Design Thinking adalah tahap paling awal yang krusial. Meski kelima tahapan ini dapat dilakukan secara parallel, tetapi kebanyakan project memulai dengan tahapan ini. 

Dalam tahap ini, kamu harus menaruh empati untuk mengenal pengguna dan memahami keinginan, kebutuhan, dan tujuan mereka. Tahap ini juga mengharuskan observer untuk meninggalkan sejenak asumsinya terhadap pengguna dan mulai memahami mindset pengguna.

Untuk melepaskan diri dari asumsi, 

Ketiga pertanyaan tersebut akan membantumu melakukan observasi yang objektif.


Untuk dapat memahami pengguna dari sisi psikologis hingga emosional, kamu bisa berinteraksi langsung dengan pengguna. 

Namun, saat ini, sudah banyak cara yang bisa digunakan untuk memahami pengguna. Misalnya seperti menganalisis feedback produk dan mengidentifikasi perilaku pengguna di media sosial.

2. Define

Setelah mengumpulkan data yang berkaitan dengan pengguna dengan Empati, tugasmu selanjutnya adalah menganalisis data tersebut. Selanjutnya, identifikasi masalah atau hambatan yang dialami pengguna. 

Tahapan define dalam Design Thinking sendiri dilakukan untuk menyebutkan problem statement.

Dalam menamakan masalah, pastikan menggunakan sudut pandang pengguna, bukan menekankan yang harus dilakukan perusahaan. Misalnya, kamu menemukan terdapat kebutuhan cairan pelindung tangan untuk melindungi diri dari virus Covid-19.

Dari situ, nyatakan masalah dengan “Masyarakat Indonesia membutuhkan…” 

daripada “Perusahaan kita harus membuat…” 

Ini akan dapat membedakan dengan jelas problem statement dan tidak membuat bingung perusahaan terkait penyebutan masalah dengan solusi.

3. Ideate

Bermodal pengetahuan keluhan pengguna dan problem statement yang jelas, sekarang waktunya kamu menyusun ide-ide kreatif sebagai solusi masalah. 

Di sinilah, proses kreatif dimulai. 

Ideate didefinisikan sebagai proses menghasilkan serangkaian gagasan berdasarkan topik tertentu, tanpa ada upaya untuk menilai atau mengevaluasinya. Makanya, di sini, kamu bebas mengeksplorasi ide apa pun.

Namun, merumuskan ide-ide kreatif tidaklah mudah. Beberapa ide akan dianggap menarik dan lainnya bisa jadi hanya akan berakhir di tempat sampah. Oleh karena itu, di tahapan ini kamu dituntut untuk berpikir out-of-the-box. 

Kalau kamu kesulitan melahirkan ide-ide cemerlang, kamu bisa mengikuti beberapa metode ideation yang sering digunakan, seperti brainstorming, mindmapping, hingga bodystorming (roleplay).

4. Prototype

Setelah memilih ide paling jenius, kamu harus membuat visualisasi dari idemu tersebut. 

Tahapan ini memang membutuhkan eksperimen untuk mengubah ide menjadi sesuatu yang terlihat. 

Prototype sendiri merupakan produk belum jadi, simulasi, sample yang dapat mengevaluasi ide dan desain yang sudah kamu rancang, misalnya seperti versi beta dalam pembuatan website. Tahapan ini penting untuk menguji coba apakah produk yang digarap sejauh ini sudah sesuai dengan apa yang direncanakan.

Di tahap ini, solusi yang ditawarkan bisa jadi diterima, diperbaiki, dirancang ulang, bahkan ditolak.

Maka dari itu, fungsi tahapan ini memang untuk mempertanyakan ulang apakah produk yang ada sudah dapat menjawab permasalahan pengguna.


5. Test

Sesuai namanya, di tahap ini, kamu harus menguji prototype kepada pengguna. Terkadang, testing bersifat opsional. Namun, menguji akan memberikan keuntungan tersendiri, yaitu product review. Dari situ, kamu bisa memaksimalkan kembali produk tersebut dari feedback dari pengguna.

Meski tahap ini berada di akhir, bukan berarti proses Design Thinking telah selesai. Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, Design Thinking adalah metode non-linear. Proses testing bisa jadi memunculkan kekurangan atau celah dari proses Design Thinking lainnya.

Kalau begitu, kamu harus memperbaiki hasil dari proses yang rumpang. Misalnya, setelah dilakukan testing ternyata pengguna tidak terlalu membutuhkannya. Bisa jadi, problem statement yang kamu rumuskan kurang tepat. 

Maka, kamu harus mengulang kembali identifikasi masalah di tahapan define, lalu menentukan kembali ide-ide sebagai solusi masalah.

Contoh Penerapan Design Thinking

: Studi Kasus Gojek

Mengetahui kesuksesan Gojek dalam menemukan masalah dan memberikan solusi menggunakan Design Thinking


Founder Gojek, Nadiem Makarim resah saat banyak orang tak percaya ojek bisa menjadi pekerjaan profesional. 

Keraguan tersebut dijawabnya melalui penemuan inovatif berupa aplikasi penghubung mitra ojek online dan penumpang dengan Gojek. Per 2020, Gojek telah mengumpulkan 38 juta pengguna aktif bulanan, menyabet gelar unicorn pada Mei 2017, dan menjadi decacorn dua tahun setelahnya.

LANJUTKAN MEMBACA : Penerapan Design Thinking : Studi Kasus Gojek

FacebookInstagramLinkedInLink

Powered by: